Dolar Naik, Harga Tempe dan Tahu Juga Ikut Naik

SUKABUMI — Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai berdampak pada para perajin tahu dan tempe di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Pasalnya, harga kedelai yang dibeli perajin mulai mengalami kenaikan harga akibat pelemahan nilai mata uang rupiah.

”Akibat dolar naik, maka otomatis harga kacang kedelai naik,” ujar salah seorang perajin tahu di Kelurahan/Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, Samsizar (53), Kamis (6/9). Kenaikan harga kedelai ini berdampak pada biaya produksi yang meningkat dan menyebabkan keuntungan berkurang.

Menurut Samsizar, kenaikan harga kedelai karena pasokannya sebagian besar dari impor. Pada tiga hari yang lalu, harga kedelai yang dibelinya mencapai Rp 7.600 per kilogram.

Beberapa waktu sebelumnya, harga kedelai hanya Rp 7.400 per kilogram. ”Saat ini kemungkinan harga kedelai makin naik karena dolar AS menembus Rp 15 ribu,” ujar Samsizar.

Di sisi lain, ungkap Samsizar, dengan harga dolar naik, daya beli masyarakat akan melemah dan mengurangi pembelian tahu. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya produksi dan omzet penjualan.

Dengan begitu, kata Samsizar, saat ini biaya produksi meningkat, sementara penjualan menurun. Oleh karena itu, perajin tahu menyiasati kenaikan kedelai dengan memperkecil ukuran dan mengurangi produksi.

Awalnya, Samsizar menerangkan, dalam sehari ia mengolah sebanyak empat kuintal kedelai menjadi tahu. Sementara, saat ini bahan baku kedelai yang diolahnya turun menjadi dua kuintal.

”Kami berharap pemerintah segera mungkin swasembada kedelai tidak hanya mengandalkan impor,” ujar Samsizar. Sebab, jika mengimpor, harga kedelai akan tetap bergantung pada nilai kurs dolar AS.

Samsizar juga berharap adanya upaya pemerintah untuk menekan lonjakan harga kedelai. Salah satu caranya bisa dengan memberikan subsidi terhadap komoditas kedelai sehingga harga tidak mengalami kenaikan.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kota Sukabumi Raden Koesoemo Hutaripto atau sering disapa Ari mengatakan, pelemahan rupiah secara umum belum berdampak pada pelaku usaha di Sukabumi. Hal ini disebabkan sekitar 70 persen pelaku usaha di Sukabumi merupakan UMKM.

”Para pelaku UMKM tersebut sekitar 50 persen lebih bahan bakunya berasal dari kandungan lokal dan bukan impor,” kata Ari. Terkecuali untuk pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang bahan baku kedelainya berasal dari impor.

Sumber: Republika

 

Komentar