Dolar AS Tembus Rp 14.800, Ini Penjelasan Soal Dampaknya ke Hutang Pemerintah

JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat memberikan dampak terhadap utang pemerintah.

Pasalnya, utang pemerintah terdiri dari mata uang rupiah dan valuta asing (valas) yang terdiri dari dolas AS, Euro, dan Yen.

Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini memberikan dampak terhadap utang pemerintah dalam valas.

Bagaimana dampaknya? Simak penjelasannya!

Beban Utang Pemerintah Naik

Kementerian Keuangan mengakui, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat terhadap rupiah memberikan dampak terhadap jumlah utang pemerintah, khususnya dalam bentuk valuta asing (valas).

“Pelemahan rupiah berdampak terhadap nilai buku utang denominasi valuta asing (valas),” kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Scenaider Siahaan saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (31/8/2018).

Scenaider mengatakan dampak pelemahan rupiah akan terasa ketika pemerintah akan membayarkan utang jatuh tempo pada tahun saat pelemahan mata uang terjadi.

Pasalnya, ketika rupiah melemah maka jumlah yang dibayarkan pemerintah dalam rupiah akan lebih banyak meskipun total utang dalam valas tetap sama.

“Yang akan berpengaruh kenaikan beban pembayaran hanya utang yang akan jatuh tempo saja,” ujar dia.

Sedangkan bagi utang pemerintah yang belum jatuh tempo pada tahun saat pelemahan mata uang terjadi hanya tercatat sebagai beban yang belum terealisasi (unrealized loss).

Rincian Utang Pemerintah dalam Valas

Melansir data APBN Kita, Jakarta, Jumat (31/8/2018). Total utang pemerintah per Juli 2018 sebesar Rp 4.253,0 triliun. Lalu berapa jumlah utang dalam valuta asing?

Dari data tersebut, valas dalam struktur utang pemerintah terdiri dalam mata uang dolar AS, Euro, dan Yen. Namun jika ditotalkan dalam dolar AS maka nilainya sekitar US$ 125 miliar atau setara Rp 1.804,42 triliun dengan kurs Rp 14.431 per akhir Juli 2018.

Total utang pemerintah dalam valas pun berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 779,71 triliun. Pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral, multilateral, komersial, dan suppliers.

Lalu, sekitar Rp 1.024,71 triliun berasal dari SBN yang berdenominasi valas. Jija dirinci, untuk SUN sebesar Rp 801,31 triliun dan SBSN sebesar Rp 223,40 triliun.

Dolar Tembus Rp 14.844

Nilai tukar dolar Amerika Serikat(AS) sore menembus level tertingginya dalam tiga tahun terakhir di posisi Rp 14.844.

Demikian dikutip detikFinance dari data perdagangan Reuters, Jumat (31/8/2018). Sepanjang hari ini dolar AS bergerak di level Rp 14.695 hingga Rp 14.844.

Dari data RTI, angka Rp 14.844 semakin mendekati level tertingi nilai tukar dolar AS selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Angka ini kalah tipis dari rekor Rp 14.855 yang terjadi pada 24 September 2015.

Rupiah Merosot 11%

Rupiah sendiri sudah tertekan sebanyak 1.563 poin terhitung sejak awal tahun hingga saat ini (year to date).

Mengutip data perdagangan Reuters, Jumat (31/8/2018), dolar AS bergerak dari Rp 13.281 hingga Rp 14.844 sepanjang tahun ini. Dengan demikian rupiah sudah tertekan 11,7% terhadap dolar AS hingga saat ini.

Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah yang melemah. Intervensi BI dalam pasar valuta asing (valas) ditingkatkan intensitasnya.

“Kita intensifkan atau kita tingkatkan intensitas kita untuk melakukan intervensi. Khususnya dalam dua hari ini kita meningkatkan volume intervensi di pasar valas,” kata Perry di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (31/8/2018).

Selain itu, BI juga menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang dilepas asing. Sejak pagi hingga jam 11.00 WIB tadi, BI membeli SBN hingga Rp 3 triliun.

Dolar AS yang menembus hingga Rp 14.844 diyakini dipengaruhi oleh sentimen global lewat aksi Argentina yang menaikkan suku bunga hingga 60%. Naiknya suku bunga di Argentina hingga 60% dianggap Darmin membuat pasar terkejut.

Sumber: Detik.com

Komentar