Di Kota Palu, pengusaha kecil yang bergerak di sektor kuliner, meliputi pedagang makanan dan minuman, berperan penting dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Keberadaannya perlu dilindungi dan jangan hanya dipandang bagian dari obyek semata.
Saat ini para pedagang kuliner di Sulawesi Tengah khususnya di Palu sudah memiliki wadah yang diberi nama Asosiasi Pedagang Kuliner (Aspek) Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Asosiasi ini terbentuk sekira dua bulan lalu bersamaan dengan gonjang-ganjing penerapan pajak 10 persen untuk semua kuliner di Kota Palu,” kata Bino A. Juwarno, SH MKn Ketua Aspek Sulteng dalam podcas JMSI Sulteng, Sabtu, 27 April 2024.
Dialog santai yang dipandu Udin Salim selaku host sebut Bino, dampak penerapan pajak 10 persen mulai muncul keresahan para pedagang kuliner. Bagaimana tidak lanjutnya, tim dari Pemkot Palu mulai turun ke lapangan dan memantau warung-warung kaki lima yang tersebar di Kota Palu.
“Bisa dibayangkan ada salah satu warung mas Joko di jalan Kimaja dipatok membayar pajak 15 juta perbulan. Ini yang memberatkan karena disamakan dengan pajak rumah makan,” ungkap mantan ketua Kerukunan Warung Sari Laut Palu itu.
Padahal keberadaan warung mas Joko sangat beda jauh dengan rumah makan. Dari sisi kelayakan tempat saja sudah beda, apalagi manajemen operasionalnya.
Warung mas Joko hampir semua dikerjakan sendiri, mulai dari belanja ke pasar sendiri, memasak dan menjual sendiri dan operasional ada yang dari pagi tembus pagi hari lagi.
“Inilah ciri-ciri usaha wong cilik mencari hasil yang mengandalkan kemandirian dan harusnya mendapat perlindungan dari pemerintah,” ungkapnya.
Para pedagang sebutnya, bukan tidak peduli atau menolak pajak. Yang diminta para pedagang pemerintah tidak menerapkan sama rata atau mensejajarkan dengan rumah makan dan berharap ada kepedulian serta kepekaan terhadap kondisi ekonomi pedagang kaki lima.
“Pasca bencana gempa bumi hampir semua pengusaha rumah makan tutup tapi pedagang kaki lima seperti mas joko bisa buka dan tetap bertahan meskipun tanpa bantuan dari pemerintah,” sebutnya lagi.
Terkait hal tersebut Bino yang kesehariannya sebagai Notaris di Kota Palu mengatakan bahwa, dari hasil pertemuan dengan jajaran Pemerintah Kota Palu terkait pajak 10 persen akan ada kebijakan baru atau istilahnya diskresi dari Pemkot terhadap para pedagang kuliner dengan syarat harus membuat surat permohonan.
“Ini yang membuat kabar baik pedagang dan sementara asosiasi fasilitasi agar keberadaan anggota Aspek terhindar dari pajak 10 persen. Selama ini iuran atau kontribusi pedagang ke Pemkot sudah lama jalan dengan nominal yang variatif,” jelasnya.
Sekedar diketahui semenjak dibentuk sekira dua bulan lalu, Aspek Sulteng berjumlah 700 an anggota. Proses pendataan terus berlanjut dan jumlahnya akan terus bertambah. Asosiasi pedagang kuliner di Sulteng meliputi Usaha makanan dan minuman. Tidak hanya warung mas Joko tapi juga warung-warung coto makassar dan yang jualanan nasi padang termasuk minuman.
“Jadi anggota Aspek tidak ada klasifikasi khusus namun kebanyakan kelas menengah ke bawah masuk kategori pedagang kaki lima,” kata Bino seraya menyebut membangun pemerintahan selain infranstruktur juga penting memberdayakan para pedagang kaki lima.
Diakhir dialognya, Bino berharap adanya kerjasama antara asosiasi dengan pemerintah harus saling memberikan perlindungan kemanusiaan. Bagaimanapun yang menjadi obyek pajak adalah warga kota Palu sendiri.
“Asosiasi mewakili para pedagang meminta keringanan bukan menolak pajak. Karena bagaimanapun pajak bagian dari program pembangunan dengan mempertimbangkan kondisi obyek pajak,” demikian kata Mas Bino biasa disapa.