Anggota Legislatif Harus Mundur Maju Pilkada, Anwar Hafid Gugat ke MK

PALU – Bakal calon Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid tidak terima karena harus mundur sebagai anggota DPR RI bila mencalonkan diri menjadi calon gubernur. Politikus yang juga Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Provinsi Sulteng itu pun menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), bersama politisi Partai Demokrat Ardikus Dt Intan Bano, yang juga anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Melansir JurnalNews Jejaring Infopena yang di dikutip dari situs Mahkamah Konstitusi (MK), gugatan tersebut didaftarkan pada Selasa 10 Maret 2020 Pukul 13.30 WIB dan telah diregistrasi dengan Nomor Perkara: 22/PUU-XVIII/2020 Tanggal 12 Maret 2020 Pukul 14.00 WIB.

Dalam salinan permohonan yang dikutip dari website MK, Selasa (24/3/2020), keduanya menggugat Pasal 7 ayat 2 huruf s UU Pilkada. Seperti diketahui, Anwar akan maju dalam Pilkada Gubernur Sulteng. Sedangkan Ardikus maju sebagai calon bupati/wali kota di Sumbar.

“Pasal itu telah menghalangi upaya para pemohon untuk memenuhi kewajibannya dalam menjalankan fungsi dan representasi rakyat hingga masa jabatannya selesai. Juga menghalangi hak para pemohon untuk dipilih (rights to be candidate) dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, karena diharuskan mengundurkan diri dari jabatan anggota legislatif sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan,” demikian bunyi permohonan Anwar yang memberikan kuasa kepada Refly Harun & Partners yakni Dr. Refly Harun, SH, MH, LL.M bersama Muh. Salman Darwis, SH, MH, Li dan Richard Erlangga, SH.

“Apabila permohonan a quo dikabulkan oleh MK, hak konstitusional para pemohon untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 dan menjalankan amanah rakyat sebagai anggota legislatif terpilih menjadi tidak terhalang karena para pemohon mendapat kepastian hukum yang adil tentang syarat calon kepala daerah,” demikian bunyi permohonan keduanya pada poin 18.

Menurut penggugat, syarat mengundurkan diri itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28D ayat 3, dan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945.

“Menyatakan Pasal 7 ayat 2 huruf s UU Pilkada tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” sebut pemohon pada petitum poin 3.

Registrasi gugatan Anwar Hafid di Situs MK. [Screenshoot]
Dikutip dari Detik.com, sebelumnya MK pernah memutuskan kasus serupa pada 2015 dan pada 28 November 2017. Hasilnya, MK menguatkan peraturan tersebut. MK menyatakan aturan itu adalah open policy dari pembuat UU. [***]

Komentar