PALU – Sebanyak 35 Kepala Keluarga (KK) penyintas bencana alam di Kelurahan Mamboro Perikanan memilih relokasi mandiri. Dari jumlah tersebut, 12 KK di antaranya telah menyiapkan lokasi seluas 1.860 meter persegi.
Area Manager Wilayah Palu, Yayasan Arsistek Komunitas (Arkom) Indonesia, Muchammad Cora, dalam diskusi dan sharing pengalaman mengenai penanganan pascabencana di kawasan pesisir dengan metode partisipatif, di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Selasa (16/12) malam, mengatakan, pemilihan relokasi mandiri ini telah melalui berbagai tahapan yang turut melibatkan partisipatif penyintas.
“Jadi apapun keputusan yang dikeluarkan, merupakan kesepakatan bersama penyintas. Kami hanya sebagai fasilitator atau mediator,” katanya.
Ia menjelaskan, Arkom sendiri memiliki lima daerah pendampingan, yakni di Dusun 1, 2 dan 3 Desa Tompe Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala dengan jumlah penduduk sebanyak 534 jiwa dan 405 rumah rusak berat.
Selanjutnya di Dusun 1 dan 2 Desa Sirenja, Kecamatan Tanjung Padang, Kabupaten Donggala dengan 291 jiwa, 187 rumah rusak berat dan 2 korban meninggal. Desa Wani II, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala sebanyak 532 jiwa, 93 rumah rusak berat dan 12 korban meninggal.
Kemudian Mamboro Perikanan, Kelurahan Mamboro Barat, Kota Palu sebanyak 124 jiwa, 94 rumah rusak berat dan 8 korban meninggal serta Kampung Mamboro Induk, Kelurahan Mamboro dengan total 120 jiwa, 70 rumah rusak berat dan 16 korban meninggal.
“Jumlah relokasi mandiri cukup signifikan karena faktor penghidupan di sekitar pantai yang dianggap masih cukup menjanjikan,” katanya.
Salah satu penyintas Mamboro, Syamsudin, mengaku lebih memilih relokasi mandiri daripada mengambil huntap yang disediakan PUPR di Kelurahan Tondo.
Kata dia, bila memilih huntap di Tondo maka akan jauh dari tempat mencari mata pencaharian utama sebagai nelayan.
Awalnya, kata dia, yang memilih relokasi mandiri sekitar 70 KK. Namun seiring dengan waktu serta sosialisasi dari PUPR dan BPBD, maka banyak yang beralih memilih huntap PUPR.
“Sekarang tersisa 35 KK yang memilih relokasi mandiri. Tahap awal ini, sekitar 12 KK akan mulai melakukan pembangunan, lahanya sudah siap sekitar 1860 meter persegi, ” katanya.
Dia mengatakan, lahan tersebut dibeli menggunakan uang talangan dari NGO pendamping dengan skema pembayaranya yang diangsur oleh penyintas selama 5 tahun, setiap bulannya sebesar Rp270 ribu.
“Setiap KK mendapat lahan 10 meter kali 10 meter,” katanya. (Mal)
Komentar